Masih dalam mempelajari pelajaran
hikmah dari kegagalan mengelola hidup atau petikan hikmah dari pengalaman
mengalami kesulitan hidup-apapun kejadiannya; ujiankah atau azab-, hendaknya
kita benar-benar bisa membangun kepasrahan, keikhlasan dan kesabaran
Jika kesulitan kita karena ujian,
terimalah dengan ikhlas dan pasrahkanlah hanya kepada Allah yang pasti sudah
mengatur yang terbaik. Jika kesulitan kita karena Azab, ikhlaskan juga untuk
menerima apapun risiko hukumannya dan kita pasrahkan pula masa depan kejadian
kepada Allah. Kita tahu bahwa Allah maha Pengampun dan Maha sayang. Sesuatu
yang mustahil jika Dia lama-lama menenggelamkan kita di lautan kesulitan, di
lautan kesedihan dan penderitaan? Kecuali, kita memang senang ditenggelamkan.
Berbicara mengenai kepasrahan, hal ini lebih baik daripada
mengeluh.
Kepasrahan akan
menentramkan hati, apalagi jika menghadapi permasalahan yang tidak terpecahkan
atau belum terselesaikan.
Kepasrahan terbaik adalah kepasrahan
yang menyandarkan segenap permasalahan kepada sang pencipta, dengan berdo’a,
sholat, sabar, atau dengan jalan apa saja yang bisa mencuri perhatianNya.
“Jika Allah
berkehendak menolong kamu, tidak ada satupun yang bisa mengalahkanmu.
Sebaliknya, jika Allah membiarkan, siapakah yang dapat menolongmu selain Allah
tentunya. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin berserah
diri.”(QS Ali Imran 3 : 160)
“Wahai
orang-orang yang beriman , mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat...” (QS Albaqarah 2 : 45)
Diantara makna sabar adalah menerima
apapun kejadian dengan dengan hati lapang, ikhlas, dan percaya bahwa Allah ada
dibalik semua hal. Kelapangan dan keikhlasan dalam menyikapi problematika
kehidupan akan membuat hati menjadi rileks dan pikiran menjadi jernih.
Sedangkan sholat dalam makna seluas-luasnya adalah menundukan hati, pikiran dan
jiwa dan raga kepada Allah, Tuhan penguasa alam.
Siapa saja yang
mengharapkan pertolongan Allah, sebisa mungkin menjaga hal-hal negatif yang
tidak terulang lagi dan kemudian berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin.
Seseorang yang mengalami
keterpurukan dan ketersudutan, tetapi bisa menerimanya dengan tingkat
keikhlasan yang tinggi, apalagi dibarengi dengan kesadaran bahwa apapun yang
terjadi adalah kebaikan bagi dirinya, dan penerimaan resiko; maka keterpurukan
dan ketersudutannya itu bukanlah kerugian. Apalagi, jika kemudian dalam masa
tersebut, ia mau memperbaiki dirinya dengan memantapkan niat mengayuh kehidupan
baru, dengan semangat baru, dan dengan motivasi baru yang ia sandarkan pada
kebaikan hubungan, baik dengan Allah maupun dengan sesamanya. Bisa dipastikan,
kebaikan dei kebaikan berupa perubahan suasana kehidupan akan segera
menghampiri.
Sebaliknya, siapa saja yang tidak
bisa mengelola musibah, tidak bisa mengelola sebuah kejatuhan dan kepahitan,
akan berlipat-lipat kerugian yang dialaminya.
Contoh sederhana, seseorang
bangkrut, lalu ia tidak bisa menerima kebangkrutannya dengan wajar dalam artian
putus asa. Biasanya , ia akan lama sekali terkurung dalam kebangkrutannya.
Apalagi, jika ia alihkan kekecewaannya ke hal-hal yang negatif. Kerugian yang
ia alami minimal dua kali. Pertama, kerugian karena kebangkrutannyam rugi
karena kehilangan motivasi dan harapan
Awali dulu dengan penerimaan nasib.
Ya, penerimaan nasib ata penerimaan keadaan adalah awal yang baik untuk
mengelola sebuah keterpurukan, ketersudutan, kejatuhan, kepahitan, musibah,
atau apapun namanya yang berupa kesusahan. Selanjutnya adalah membangun
motivasi kembali dan mengumpulkan cercah demi cercah harapan baru; lewat
kekuatan muhasabah, inabah dan amal shaleh.
Saya sebut sekali lagi statement
berikut ini; bahwa hal-hal positif akan menjadi kekuatan positif tersendiri
dari dalam jiwa. Biasanya, akan muncul energi-energi positif yang sempat
tercuri akibat gelapnya mata, gelapnya hati. Minimal, hati bisa lapang dan
ceria dalam kesempitan dan kedukaan. Minimal juga ketenangan bisa menghias
kehidupan saat permasalahan memang sedang dicarikan jalan keluar.
Maka, jangan aneh jika kemudian kita
dengar, kita lihat, atau kita baca, kisah seorang manusia yang bangkit dengan
sangat luar biasa setelah keterpurukan yang menurut ukuran manusia tidak bisa
bangun lagi. Jangan kaget pula jiak kita mendengar kisah heroik yang mengharu
biru, lahir dari kisah perejalanan seorang manusia yang pernah terlempar dari
kehidupan normal.
Mereka inilah orang-orang yang
menemukan kembali kesejatian dirinya sebagai manusia yang dianugerahi Allah
pengontrolan penuh kedua-setelah Alla-terhadap nasib dan keidupannya sendiri.
Ya, banyak, cerita sukses, cerita
jaya, terbangun setelah kegagalan yang datang bertubi-tubi tanpa kompromi,
terbangun dari kejatuhan yang mungkin bisa mengempaskan seekor burung dari
langit.
Inilah mungkin sebagian maksud Allah
ketika dia meminta kita semua untuk tidak pernah putus asa dari Rahmat-Nya,
apapun kejadiannya, dan mengingat bahwa ada Dia dibalik semua hal yang Dia
maklumatkan disini sebagai Tuhan yang Maha Menutup segala lembaran kelam dan
Maha Penyayang.
“Katakanlah,
‘Hai, hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya, Allah akan menutup
semua-kesalahan-kesalahan. Sesungguhnya, Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS Az-Zumar
39 : 53)
0 komentar
Post a Comment