Friday 4 January 2013

Manajemen Kerugian

Masih dalam mempelajari pelajaran hikmah dari kegagalan mengelola hidup atau petikan hikmah dari pengalaman mengalami kesulitan hidup-apapun kejadiannya; ujiankah atau azab-, hendaknya kita benar-benar bisa membangun kepasrahan, keikhlasan dan kesabaran
Jika kesulitan kita karena ujian, terimalah dengan ikhlas dan pasrahkanlah hanya kepada Allah yang pasti sudah mengatur yang terbaik. Jika kesulitan kita karena Azab, ikhlaskan juga untuk menerima apapun risiko hukumannya dan kita pasrahkan pula masa depan kejadian kepada Allah. Kita tahu bahwa Allah maha Pengampun dan Maha sayang. Sesuatu yang mustahil jika Dia lama-lama menenggelamkan kita di lautan kesulitan, di lautan kesedihan dan penderitaan? Kecuali, kita memang senang ditenggelamkan. 
Berbicara mengenai  kepasrahan, hal ini lebih baik daripada mengeluh.
Kepasrahan akan menentramkan hati, apalagi jika menghadapi permasalahan yang tidak terpecahkan atau belum terselesaikan.
Kepasrahan terbaik adalah kepasrahan yang menyandarkan segenap permasalahan kepada sang pencipta, dengan berdo’a, sholat, sabar, atau dengan jalan apa saja yang bisa mencuri perhatianNya.
“Jika Allah berkehendak menolong kamu, tidak ada satupun yang bisa mengalahkanmu. Sebaliknya, jika Allah membiarkan, siapakah yang dapat menolongmu selain Allah tentunya. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin berserah diri.”(QS Ali Imran 3 : 160)
“Wahai orang-orang yang beriman , mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat...” (QS Albaqarah 2 : 45)
Diantara makna sabar adalah menerima apapun kejadian dengan dengan hati lapang, ikhlas, dan percaya bahwa Allah ada dibalik semua hal. Kelapangan dan keikhlasan dalam menyikapi problematika kehidupan akan membuat hati menjadi rileks dan pikiran menjadi jernih. Sedangkan sholat dalam makna seluas-luasnya adalah menundukan hati, pikiran dan jiwa dan raga kepada Allah, Tuhan penguasa alam.
Siapa saja yang mengharapkan pertolongan Allah, sebisa mungkin menjaga hal-hal negatif yang tidak terulang lagi dan kemudian berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin.
Seseorang yang mengalami keterpurukan dan ketersudutan, tetapi bisa menerimanya dengan tingkat keikhlasan yang tinggi, apalagi dibarengi dengan kesadaran bahwa apapun yang terjadi adalah kebaikan bagi dirinya, dan penerimaan resiko; maka keterpurukan dan ketersudutannya itu bukanlah kerugian. Apalagi, jika kemudian dalam masa tersebut, ia mau memperbaiki dirinya dengan memantapkan niat mengayuh kehidupan baru, dengan semangat baru, dan dengan motivasi baru yang ia sandarkan pada kebaikan hubungan, baik dengan Allah maupun dengan sesamanya. Bisa dipastikan, kebaikan dei kebaikan berupa perubahan suasana kehidupan akan segera menghampiri.
Sebaliknya, siapa saja yang tidak bisa mengelola musibah, tidak bisa mengelola sebuah kejatuhan dan kepahitan, akan berlipat-lipat kerugian yang dialaminya.
Contoh sederhana, seseorang bangkrut, lalu ia tidak bisa menerima kebangkrutannya dengan wajar dalam artian putus asa. Biasanya , ia akan lama sekali terkurung dalam kebangkrutannya. Apalagi, jika ia alihkan kekecewaannya ke hal-hal yang negatif. Kerugian yang ia alami minimal dua kali. Pertama, kerugian karena kebangkrutannyam rugi karena kehilangan motivasi dan harapan
Awali dulu dengan penerimaan nasib. Ya, penerimaan nasib ata penerimaan keadaan adalah awal yang baik untuk mengelola sebuah keterpurukan, ketersudutan, kejatuhan, kepahitan, musibah, atau apapun namanya yang berupa kesusahan. Selanjutnya adalah membangun motivasi kembali dan mengumpulkan cercah demi cercah harapan baru; lewat kekuatan muhasabah, inabah dan amal shaleh.
Saya sebut sekali lagi statement berikut ini; bahwa hal-hal positif akan menjadi kekuatan positif tersendiri dari dalam jiwa. Biasanya, akan muncul energi-energi positif yang sempat tercuri akibat gelapnya mata, gelapnya hati. Minimal, hati bisa lapang dan ceria dalam kesempitan dan kedukaan. Minimal juga ketenangan bisa menghias kehidupan saat permasalahan memang sedang dicarikan jalan keluar.
Maka, jangan aneh jika kemudian kita dengar, kita lihat, atau kita baca, kisah seorang manusia yang bangkit dengan sangat luar biasa setelah keterpurukan yang menurut ukuran manusia tidak bisa bangun lagi. Jangan kaget pula jiak kita mendengar kisah heroik yang mengharu biru, lahir dari kisah perejalanan seorang manusia yang pernah terlempar dari kehidupan normal.
Mereka inilah orang-orang yang menemukan kembali kesejatian dirinya sebagai manusia yang dianugerahi Allah pengontrolan penuh kedua-setelah Alla-terhadap nasib dan keidupannya sendiri.
Ya, banyak, cerita sukses, cerita jaya, terbangun setelah kegagalan yang datang bertubi-tubi tanpa kompromi, terbangun dari kejatuhan yang mungkin bisa mengempaskan seekor burung dari langit.
Inilah mungkin sebagian maksud Allah ketika dia meminta kita semua untuk tidak pernah putus asa dari Rahmat-Nya, apapun kejadiannya, dan mengingat bahwa ada Dia dibalik semua hal yang Dia maklumatkan disini sebagai Tuhan yang Maha Menutup segala lembaran kelam dan Maha Penyayang.
“Katakanlah, ‘Hai, hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya, Allah akan menutup semua-kesalahan-kesalahan. Sesungguhnya, Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar 39 : 53)

0 komentar

Post a Comment