Ceritanya, ada seorang laki-laki bernama dee. Dari kecil sampai remaja, ia sangat kuper, sering sakit-sakitan dan tidak mandiri. Sampai-sampai kakek neneknya khawatir, “jangan-jangan nanti dia tidak jadi orang!” begitu lulus SMA, entah kenapa ia nekat untuk kuliah diluar kota. Yap, merantau. Ringkas cerita, karena berasal dari keluarga yang sangat sederhana, terpaksalah ia jualan ini itu saban hari sampai larut malam hanya untuk membiayai hidup dan kuliahnya di negeri orang. Sempat juga ia tidak makan seharian karena kehabisan uang.
Namanya di negeri orang, yah, mau tidak mau dee harus belajar menyesuaikan diri supaya suvive. Ungkap bon jovi dalam sebuah lagunya, “ it’s nothing but survival”. Dan apa yang terpikir oleh dee, “ saya harus berubah!” pokoknya, harus supel. Harus sehat. Harus tangguh. Dan terjadilah perubahan besar-besaran pada diri dee, terutama mind-setnya. Terlebih-lebih lagi ketika ayahnya meninggal dunia. Ditengah kesedihan yang menghujam dan mendalam, ia pun bertekad, “saya tidak mau pulang, kalau tidak bawa ijazah. Saya tidak mau pulang kalau tidak sukses.” Siang-malam cuma itu yang hilir mudik dibenaknya.
Selang beberapa tahun, dee berhasil menamatkan kuliahnya yang double majoring itu lebih cepat daripada teman-temannya. Malah, sebelum lulus, ia sudah ditawari bahkan diperebutkan oleh sejumlah perusahaan. Pada yang sama, adik kandungnya-sebut saja bee- masih kuliah. Sama seperti dirinya, bee hidup pas-pasan di negeri orang dan terpaksa jualan serabutan agar bisa survive.
Bayangkan saja, suatu kali dee pernah membantu bee membantu mengetik surat miskin disebuah rental komputer ditengah pasar. Dan asal tahu saja, tidak terkira banyaknya orang dipasar yang lalu lalang dan ikut melihat pengetikan surat tersebut. Malu sih malu, tapi mau bagaimana lagi? Harapannya. Surat itu dapat membebaskan bee dari kewajiban membayar uang kuliah yang saat ini menurut dee dan bee mahalnya ampun-ampunan.
Nah, bagaimana nasib mereka kemudian? Setelah berkarier disejumlah perusahaan di dalam dan luar negeri. Akhirnya dee yang berusia 20-an mulai merintis bisnisnya sendiri. Demikian pula dengan bee. Bukan cuma itu, masing-masing juga mencetak pencapaian demi pencapaian, bahkan untuk skala nasional. Tidak pelak lagi, sedikit banyak merantau telah mengubah secara permanen mereka berdua menjadi lebih kompetitif daripada yang sudah-sudah.
Sidang pembaca sekalian, sejauh mata saya memandang, sejauh telinga saya mendengar, tak tebilang contoh sukses yang berawal dari merantau. Baik untuk konteks bisnis maupun untuk konteks lainnya. Yah, saya dan anda sama-sama tahu ini bukan barang baru. Sungguh karena ribuan tahun silam hampir seluruh nabi yang diutus oleh tuhan pun pernah melakukannya. Me-ran-tau. Entah itu diistilahkan dengan hijrah atau eksodus. Dan pengaruh mereka meningkat bukan alang kepalang setelah itu.
Apa yang saya yakini, dengan merantau orang akan menjadi lebih adaptif, lebih kreatif, lebih open minded, lebih motivated, lebih berani, lebih mandiri, dan masih banyak lagi. Saya berharap cerita pendek tadi dapat menjadi butir-butir hikmah bagi kita semua. Me-ran-tau. Oya, hampir kelupaan, sebenarnya laki-laki bernama dee itu adalah saya sendiri. Benar sekali, dee itu adalah ippho santosa. Dan kalau saya bisa melakukannya, percayalah anda juga bisa! Saya kan marketer yang kurang lebih sama seperti anda.
Omong-omong, anda kenal provokator jaya setiabudi? Saudara saya yang satu ini (tepatnya, saudara lain bapak lain ibu, hehehe!) juga suka merantau. Berasal dari semarang, kemudian ia merantau ke Surabaya, ke batam, dan ke bandung. Dan kalau dia bisa melakukannya, percayalah anda juga bisa! Dia kan entrepreneur yang kurang lebih sama seperti anda! Kurang jelas apa lagi?
Cuplikan tulisan Mas Ippho Santosa dalam bukunya "Marketing is Bullshit" hal 112-113
(Y)
ReplyDelete